INFOSEMARANG.COM -- Cara seorang atasan berkomunikasi dengan karyawan bisa mencerminkan kecerdasan emosional atau sifat narsistik.
Komunikasi yang empatik, penuh kesadaran diri, dan sosial dapat menunjukkan kecerdasan emosional, sementara kekurangan sifat-sifat tersebut bisa menandakan narsisme.
Empati adalah pengakuan perasaan orang lain, meski berbeda dengan perasaan Anda.
Sebagai contoh, seorang supervisor yang merasakan karyawan kesal bisa mengatakan, "Anda merasa frustrasi karena Anda tidak mendapatkan proyek yang Anda minta, dan saya mengerti. Anda berhak merasa seperti itu, tetapi kami harus memberikan proyek ini kepada Amy karena hubungan sebelumnya." Pendekatan ini membuat karyawan merasa dihargai.
Atasan yang memiliki kesadaran diri dapat mengakui kesalahan mereka dan berusaha memperbaikinya. Mereka tidak menyalahkan orang lain.
Baca Juga: Dengar Pengakuan Edi Darmawan Soal Kopi Sianida, Ekspresi Melongo Karni Ilyas Jadi Sorotan
Sebaliknya, atasan yang kurang memiliki kesadaran diri sering defensif dan menyalahkan orang lain.
Pemimpin yang peduli dengan kesadaran sosial menghindari menyakiti perasaan orang lain dalam komunikasi mereka.
Sebaliknya, atasan yang kurang peduli dengan kesadaran sosial sering kali berbicara tanpa memikirkan efeknya.
Seorang atasan dengan regulasi emosi mampu menghadapi kritik dengan tenang dan mendengarkan dengan baik. Sebaliknya, atasan yang tidak memiliki regulasi emosi cenderung marah dan menuduh orang lain.
Dalam komunikasi, perbedaan antara pemimpin dengan kecerdasan emosional dan narsistik dapat dilihat dalam respons mereka terhadap situasi tertentu.
Baca Juga: Ronald Tannur Sempat Bohong ke Polisi Soal Kematian Pacar, Apakah Terindikasi Idap Mythomania?
Sekarang pertimbangkan rangkaian 11 pernyataan yang mungkin diucapkan seorang atasan yang memiliki kecerdasan emosional, dibandingkan dengan 11 tanggapan khas dari seorang pemimpin yang narsistik.
Komunikasi yang penuh empati vs. narsistik:
"Anda memiliki hak untuk merasa seperti yang Anda rasakan." vs. "Lupakan saja."
"Saya paham dari mana Anda datang." vs. "Ubah sikap Anda."
"Saya juga akan merasa demikian jika saya berada di posisi Anda." vs. "Anda terlalu sensitif."
"Saya mengerti bagaimana perasaan Anda." vs. "Tumbuh dewasa."
Interaksi yang memiliki kesadaran diri vs. komentar narsistik:
"Sebagian ini adalah salah saya." vs. "Ini sepenuhnya salahmu."
"Saya harus bertanggung jawab atas bagian ini..." vs. "Kamu merusak perusahaan ini dengan kesalahanmu."
"Maaf, saya tidak menangkap ini..." vs. "Bagaimana kamu bisa membiarkan ini terjadi?"
"Marilah kita bekerja sama untuk memperbaiki ini." vs. "Perbaiki itu, sekarang!"
Baca Juga: Alhi Forensik Kuak Alasan Temuan Sianida di Lambung Mendiang Wayan Mirna, Djaja Surya: Bisa Saja...
Seorang atasan yang memiliki kesadaran sosial berada dalam penyesuaian emosional terhadap orang-orang di ruangan dan berusaha untuk mengubah percakapan dari dialog yang kurang sensitif menjadi topik yang lebih netral.
Selain itu, mereka biasanya tidak mengucapkan hal-hal beracun karena mereka sadar bagaimana kata-kata dan tindakan mereka dapat memengaruhi kelompok.
Mereka lebih suka membantu kelompok daripada menyakiti individu yang menjadi ancaman bagi mereka dalam beberapa hal.
Bahasa yang diatur emosional vs. tanggapan narsistik:
"Itu pemikiran yang menarik; saya harus memikirkannya." vs. "Itu ide buruk karena begitu banyak alasan."
"Saya menghargai umpan baliknya." vs. "Simpanlah ide-ide absurd Anda untuk diri Anda sendiri. Kita tidak punya waktu."
"Saya bingung, tapi saya ingin memahaminya. Tolong bantu saya mengklarifikasikan apa yang Anda katakan." vs. "Tidak ada yang meminta pendapat Anda. Tetap di jalur Anda."
Bahasa adalah alat yang kuat, dan cara seorang pemimpin berkomunikasi dapat mengungkapkan apakah mereka memiliki kecerdasan emosional atau narsistik.***