INFOSEMARANG.COM -- Martyr complex, sebuah istilah yang sering terdengar santai, namun dapat menjadi masalah serius dalam kehidupan seseorang.
Ini adalah ketika seseorang mengabaikan kebutuhan pribadi demi memenuhi kebutuhan orang lain.
Sebagaimana dijelaskan oleh Dr. Patrice Le Goy, seorang psikolog dan LMFT.
Baca Juga: Menulis Artikel SEO dengan AI di Google Melanggar Policy? Cek Jawabannya!
Meskipun terdengar seperti tindakan tanpa pamrih, orang dengan Martyr complex mungkin merasa tidak bahagia, dan perilaku mereka tidak selalu melayani mereka yang mereka korbankan.
Istilah "Martyr complex" seringkali digunakan bersamaan dengan "victim complex," karena seseorang menjadikan dirinya sebagai korban melalui orang lain.
Istilah ini telah digunakan setidaknya sejak tahun 1900-an; Martin Luther King Jr. pernah mengatakan, "Orang yang terus-menerus menarik perhatian pada malapetaka dan penderitaannya berisiko memprovokasi dirinya sendiri dengan Martyr complex."
Siapa yang Berpotensi Memiliki Martyr complex?
Siapa pun bisa menjadi korban dari Martyr complex, tetapi situasi di tempat kerja dan dalam keluarga sering menjadi tempat di mana kompleks ini lebih mungkin terjadi.
Orang dengan Martyr complex cenderung merasa tidak percaya kepada orang lain untuk menyelesaikan tugas, sehingga mereka melakukannya sendiri, sering kali mengharapkan pengakuan dan pujian atas pengorbanan mereka.
Mereka menjadi kecewa jika ekspektasi ini tidak terpenuhi.
Baca Juga: Data Pengguna Internet Paling Banyak di Indonesia menurut Usia 2023
Contoh Martyr complex
Pada lingkungan kerja, Martyr complex mungkin menciptakan dinamika di mana mereka merasa harus melakukan segala sesuatu sendiri dan sering mengeluh tentang kinerja orang lain.
Mereka mengeluh bahwa mereka harus melakukannya sendiri agar sesuatu dilakukan "dengan benar," sambil juga mengeluh tentang "harus" melakukan segalanya sendiri.
Dalam keluarga, Martyr complex dapat muncul saat seseorang merasa terbebani dengan tanggung jawab tertentu dan merasa perlu melakukannya sendiri.
Mereka cenderung tidak percaya bahwa orang lain dapat melaksanakan tugas tersebut dengan benar.
Tanda-tanda Martyr Complex
Jika Anda khawatir bahwa Anda atau seseorang yang Anda kenal mungkin menderita martyr complex, berikut adalah beberapa tanda yang dapat membantu Anda menentukan apakah Anda perlu khawatir.
Selain itu, Anda mungkin ingin melakukan tes kepribadian untuk menentukan apakah Anda memiliki kompleks ini.
1. Sulit untuk mengatakan tidak: Le Goy menyatakan bahwa para penderita martyr complex sulit untuk mengatakan 'tidak' kepada orang lain, bahkan ketika mereka tidak memiliki kemampuan untuk melakukan apa yang diminta.
Mereka merasa sangat marah ketika mengatakan 'ya' tetapi tidak punya kekuatan untuk mengatakan 'tidak.'
2. Perilaku pasif-agresif: Para penderita martyr complex cenderung bersikap pasif-agresif.
3. Batasan yang buruk: Selain tidak bisa mengatakan 'tidak' ketika mereka ingin melakukannya, seorang penderita martyr complex mungkin menuntut ucapan terima kasih dan penghargaan atas tindakan mereka.
4. Kurangnya agensi: Le Goy menyatakan bahwa para penderita martyr complex sering merasa dunia menentang mereka dan bahwa mereka adalah korban keadaan, bukan seseorang yang bisa berperan aktif dalam memperbaiki situasinya.
5. Narasi pahlawan: Seorang penderita martyr complex akan menciptakan narasi yang menggambarkan dirinya sebagai pahlawan dalam suatu situasi sulit, datang menyelamatkan sebagai satu-satunya orang kompeten.
6. Melakukan sendiri: Karena mereka tidak percaya pada kerja orang lain, seorang penderita martyr complex cenderung berlebihan dan melakukan lebih dari yang seharusnya mereka lakukan, yang pada akhirnya merugikan diri mereka sendiri.
Apa Kebalikan dari Martyr Complex?
Kebalikan dari martyr complex adalah seseorang dengan batasan yang sehat yang bisa mengatakan 'tidak' ketika perlu.
Mampu mengungkapkan kebutuhan dan keinginan mereka daripada meredamnya.
Tahu bahwa mereka bukan satu-satunya yang bisa melakukan sesuatu dengan benar, dan tidak menuntut pujian dan ucapan terima kasih ketika mereka melakukan kebaikan untuk orang lain.
Bagaimana Martyr complex Berkembang
Martyr complex bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir; ia berkembang sebagai hasil dari pengalaman hidup.
Seringkali, ini terkait dengan pengalaman di mana otonomi seseorang dieksploitasi atau batasan mereka diabaikan.
Masa kecil yang sulit, dengan orang tua yang abai, juga dapat berkontribusi pada perkembangan Martyr complex.
Martyr complex vs Savior complex
Martyr complex berbeda dari savior complex atau kompleks penyelamat.
Martir mengorbankan diri mereka sendiri dengan harapan mendapatkan pujian sebagai imbalan, sementara penyelamat merasa perlu "menyelamatkan" orang lain tanpa mengharapkan balasan.
Perbedaan ini penting, karena penyelamat mungkin tidak memberikan tanggung jawab pribadi yang diperlukan kepada orang lain.
Baca Juga: Ikut Salat Istisqa, Mbak Ita: Minta Hujan Turun untuk Padamkan Kebakaran di TPA Jatibarang
Apa itu Martyr Narcissist?
Martyr Narcissist adalah seseorang yang mengorbankan diri mereka untuk orang lain dengan motivasi utama menerima pujian dan pengagungan.
Mereka mengharapkan pengakuan atas pengorbanan mereka, dan perilaku ini sering disokong oleh sifat narcisistik mereka.
Apakah Martyr complex Hal yang Baik?
Meskipun tindakan tanpa pamrih terdengar baik, niat seseorang dengan Martyr complex adalah untuk memuaskan diri mereka sendiri dengan validasi eksternal, yang dapat berdampak negatif pada kebahagiaan mereka.
Keharusan untuk memenuhi kebutuhan melalui orang lain adalah perilaku yang perlu diperbaiki.
Cara Mengatasi Martyr complex
Mengatasi Martyr complex dimulai dengan mengambil tanggung jawab pribadi dan belajar untuk mengatakan "tidak."
Terapi dapat membantu seseorang memahami akar masalah Martyr complex dan bagaimana mengatasinya.
Penting juga untuk belajar merawat diri sendiri tanpa mengharapkan pujian dari orang lain.***