INFOSEMARANG.COM -- Gangguan Kepribadian Dependen atau dependent personality disorder (DPD) adalah kondisi kesehatan mental dengan kebutuhan berlebihan untuk diurus oleh orang lain.
Orang dengan DPD cenderung bergantung pada individu terdekat untuk kebutuhan emosional atau fisik mereka. Mereka mungkin digambarkan sebagai "orang yang membutuhkan" dalam hubungan mereka.
Individu dengan DPD merasa mereka tidak dapat merawat diri sendiri dan sering kesulitan membuat keputusan sehari-hari tanpa jaminan dari orang lain.
Baca Juga: Bikin Elus Dada! Kejamnya Penganiayaan Bocah 7 Tahun di Kota Malang Disiksa 5 Orang Keluarga Sendiri
Mereka sering tidak menyadari bahwa perilaku dan pemikiran mereka menjadi permasalahan.
Dilansir dari Cleveland Clinic, DPD termasuk dalam kategori "Cluster C" dalam gangguan kepribadian, yang melibatkan perasaan kecemasan dan ketakutan.
Gangguan kepribadian adalah pola perilaku yang tidak sesuai dengan norma budaya dan dimulai sejak masa kanak-kanak atau remaja.
Gangguan ini dapat mengganggu dirinya sendiri dan orang di sekitarnya.
Perbedaan Antara DPD dan BPD
Gangguan kepribadian dependen (DPD) dan gangguan kepribadian borderline (BPD) melibatkan kesulitan dalam hubungan antarpribadi dan ketakutan akan penolakan, tetapi keduanya memiliki perbedaan mendasar.
BPD melibatkan fluktuasi mood ekstrem, ketidakstabilan dalam hubungan, dan perilaku impulsif. Orang dengan BPD memiliki ketakutan intens terhadap penolakan dan kesulitan mengendalikan emosi, terutama amarah.
Sebaliknya, DPD biasanya tidak melibatkan fluktuasi mood dan perilaku impulsif. Orang dengan DPD biasanya pasif dan tunduk, berusaha menghindari konflik dalam hubungan mereka.
Baca Juga: TEGA! Bocah 7 Tahun di Malang Jadi Korban Kekerasan Satu Keluarga, Begini Kronologinya
Seberapa Umumnya Gangguan Kepribadian Dependen?
Kurang dari 1% dari orang dewasa di Amerika Serikat memenuhi kriteria untuk DPD. Kondisi ini lebih sering ditemukan pada perempuan.
Gejala dan Penyebab
Individu dengan DPD mungkin menunjukkan beberapa gejala perilaku, termasuk kesulitan membuat keputusan sehari-hari tanpa jaminan dan saran yang konstan dari orang lain.
Selanjutnya, ketakutan yang intens terhadap ketidakmampuan untuk merawat diri sendiri, dan ketergantungan pada orang lain untuk bertanggung jawab atas berbagai aspek kehidupan mereka.
Mereka juga sering menghindari konflik dalam hubungan karena takut kehilangan mereka.
Penyebab DPD termasuk pengalaman pelecehan, trauma masa kecil, faktor genetika, dan pengaruh budaya, agama, atau keluarga tertentu.
Baca Juga: Kenang Pertempuran Lima Hari Semarang, Mahasiswa Hingga Pelajar Suguhkan Aksi Teatrikal
Diagnosis dan Pengobatan
Diagnosis DPD biasanya tidak dilakukan hingga setelah usia 18 tahun. Pengobatan DPD sulit karena melibatkan pola pemikiran dan perilaku yang telah ada selama bertahun-tahun.
Terapi percakapan, seperti terapi psikodinamik dan terapi perilaku kognitif, adalah pengobatan pilihan.
Terapi bertujuan membantu individu mengungkapkan motivasi dan ketakutan yang mendasari pemikiran dan perilaku mereka, serta meningkatkan interaksi positif dengan orang lain.
Obat-obatan, seperti obat depresi dan kecemasan, juga dapat digunakan sebagai bagian dari pengobatan, terutama ketika kondisi lain seperti depresi hadir.
Pencegahan dan Prognosis
Tidak ada cara untuk mencegah DPD, tetapi pengobatan dapat membantu mengurangi dampaknya. Prognosis DPD tergantung pada pengobatan yang diberikan.
Jika tidak diobati, DPD dapat menyebabkan masalah kesehatan mental tambahan, kesulitan dalam hubungan, dan risiko tinggi pelecehan fisik, emosional, atau seksual.
Selalu penting untuk mencari bantuan profesional jika Anda mengalami gejala DPD atau orang yang Anda cintai memiliki gangguan ini.***