INFOSEMARANG.COM -- Polisi menghentikan penyelidikan kasus kematian anak Pamen TNI AU berinisial CHR (16) yang jasadnya ditemukan di Pos Spion Ujung Landasan 24 Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, pada 24 September 2023 lalu.
Pihak kepolisian memastikan tidak menemukan adanya unsur pidana dalam kasus temuan jasad tersebut.
Kapolres Metro Jakarta Timur Kombes Pol Leonardus Simarmata mengatakan dengan tidak adanya unsur pidana dalam kasus, oleh karenanya penyelidikan kasus tersebut ditutup.
Baca Juga: Jadwal Perempatfinal Piala Dunia U-17, Jumat dan Sabtu di JIS dan Stadion Manahan, Solo
Ketidakadaan unsur pidana dalam kasus ini telah dikonfirmasi melalui pemeriksaan menyeluruh terhadap saksi dan ahli forensik, termasuk kedokteran forensik dan Asosiasi Psikologi Forensik, yang melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan memeriksa rekaman CCTV yang merekam TKP.
“Tidak ditemukan peristiwa pidana berdasarkan laporan polisi nomor LP/A/31/IX/2023/SPKT Polsek Makassar/Polres Metro Jakarta Timur/PMJ tanggal 24 September 2023,” kata Leonardus dikutip dari PMJNews pada Kamis, 23 November 2023.
Proses penyelidikan melibatkan pemeriksaan terhadap 24 orang saksi oleh penyidik dan pemeriksaan terhadap 32 orang saksi oleh Tim dari Apsifor.
Hasil visum et repertum dan autopsi mengungkapkan enam luka tusukan, termasuk tiga tusukan fatal di hati, dan luka bakar mencapai 91 persen di tubuh korban.
“Korban terbakar dalam keadaan hidup sehingga terdapat jelaga pada tenggorokan,” ungkapnya.
Ketidakadaan unsur tindak pidana diperkuat oleh hasil kimia biologi forensik yang menunjukkan tidak adanya bercak di TKP dan tidak ada DNA selain milik korban.
“Ditemukan bahan bakar bensin di TKP. Tidak ada alat bakar lain selain bensin,” tegasnya.
Dengan hasil penyelidikan tersebut, dapat disimpulkan korban melakukan bunuh diri dengan cara menusuk dan membakar dirinya sendiri.
Baca Juga: Indonesia Bersaing dengan Qatar, Australia, dan Yordania di Grup A Piala Asia U-23 2024
Sementara itu, Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia (Apfisor) menemukan korban menghadapi banyak tekanan atau stressor semasa hidupnya.
"Korban dihadapkan pada berbagai stressor, termasuk tuntutan bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain," ujar dr Nael.
Menurut Nael, Apsifor telah mewawancarai 24 saksi yang mengenal CHR secara langsung dan meneliti tempat kejadian perkara (TKP).
Hasilnya menunjukkan bahwa CHR mengalami tekanan yang signifikan, termasuk tuntutan bersosialisasi dan beban akademik.
"Tuntutan akademik, konflik lingkungan, dan sulitnya mengekspresikan emosi negatif, terutama frustrasi dan kemarahan secara adaptif, merupakan beban tambahan bagi CHR," ungkap Nael.
Selain itu, Apsifor menemukan bahwa CHR mengalami kendala dalam komunikasi dan interaksi sosial, baik verbal maupun nonverbal. Pola perilaku, ketertarikan, dan aktivitas yang berulang juga menjadi ciri khas korban.
"Karakteristik ini memengaruhi pola pikir, persepsi, penghayatan, dan penyelesaian masalah CHR, membuatnya berbeda dari remaja seusianya ketika dihadapkan pada tekanan dan stressor," tambah Nael.
Data menunjukkan bahwa CHR sudah lama merencanakan untuk mengakhiri hidupnya sejak SMP, dengan ketertarikan pada hal-hal yang berhubungan dengan kekerasan dan sadisme.
"Pikiran untuk bunuh diri ini menjadi konsisten dalam data yang kita miliki," ungkap Nael.***