INFOSEMARANG.COM -- Turki menolak keras rencana pembentukan zona penyangga pasca-perang di Gaza dengan alasan bahwa kebijakan tersebut dianggap tidak menghormati warga Palestina.
Dilansir dari Reuters, Presiden Tayyip Erdogan menegaskan bahwa tata kelola dan masa depan Gaza setelah perang harus ditentukan oleh warga Palestina sendiri, dan intervensi Israel dianggap tidak relevan.
"Saya bahkan menganggap perdebatan mengenai rencana ini tidak menghormati saudara-saudara saya di Palestina. Bagi kami, ini bukanlah rencana yang dapat diperdebatkan, dipertimbangkan, atau dibahas," kata Erdogan.
Baca Juga: Dimana Pulau Galang, Disebut Ma'ruf Amin untuk Tampung Rohingya? Pernah Jadi Kamp Pengungsi Vietnam
Selain menolak rencana zona penyangga, Erdogan juga mendesak Israel untuk mengembalikan wilayah-wilayah Palestina yang diduduki, termasuk mengakhiri pemukiman di sana.
"Israel harus mengeluarkan para teroris yang ditunjukkan kepada dunia sebagai para pemukim dari rumah-rumah dan tanah-tanah itu, serta memikirkan cara membangun masa depan yang damai dengan warga Palestina," ujarnya.
Turki secara tegas mengutuk operasi militer Israel di Gaza, mendukung solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina.
Erdogan juga memberikan dukungan kepada kelompok perlawanan Palestina, Hamas, sesuatu yang berbeda dengan sebagian besar sekutu NATO dan beberapa negara Arab yang menyebutnya teroris.
Erdogan menyatakan bahwa Israel telah menjadi anak yang dimanjakan oleh Barat.
Terkait laporan bahwa Israel berencana memburu anggota Hamas di negara-negara lain, Erdogan menegaskan bahwa operasi semacam itu di Turki akan menghadapi konsekuensi yang sangat serius.
"Jika mereka (Israel) melakukan kesalahan seperti itu, mereka harus tahu bahwa mereka harus membayar dengan harga yang sangat, sangat tinggi," ucapnya.
Erdogan mengungkapkan bahwa Turki dan Qatar bersama-sama berkomitmen untuk membangun kembali Gaza. Turki siap bertindak sebagai penjamin atau tuan rumah konferensi perdamaian.
Israel telah mengumumkan kepada beberapa negara tetangganya, termasuk Mesir, Yordania, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Turki, mengenai rencana pembentukan zona penyangga di Jalur Gaza.
Rencana ini bertujuan untuk mencegah serangan Palestina di masa depan setelah berakhirnya perang saat ini.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memberitahu Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, bahwa Israel akan membangun zona penyangga di dalam Gaza pada tanggal 30 November 2023 lalu.
Namun, ada penolakan dari AS dan negara-negara Arab terkait rencana Israel untuk mengurangi wilayah Palestina di Gaza.
Presiden AS Joe Biden menyerukan Otoritas Palestina yang direvitalisasi untuk mengendalikan wilayah tersebut setelah perang, sementara Israel ingin mempertahankan kendali keamanan atas Gaza pada periode pasca perang.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby, dengan tegas menyatakan bahwa Washington menentang pengurangan wilayah Gaza.
"Kami tidak mendukung pengurangan batas geografis Gaza. Gaza harus tetap menjadi tanah Palestina, dan tidak dapat dikurangi," kata Kirby dalam konferensi pers pada tanggal 1 Desember 2023.***