INFOSEMARANG.COM - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Republik Indonesia akan meneruskan patroli pengawasan yang telah berlangsung dalam waktu yang cukup lama sebagai langkah pencegahan maraknya praktik politik uang menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Keputusan ini merupakan tanggapan terhadap pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD.
Sebelumnya, telah menyoroti masalah politik uang di lingkungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selama proses pemilu.
Baca Juga: BAHAYA! Project S TikTok Berpotensi Mematikan UMKM di Indonesia, Kok Bisa? Ini Penjelasannya
Melansir dari Antara News, Rahmat Subagja Ketua Bawaslu RI menyebut telah menjalankan patroli pengawasan.
"Kami mengambil langkah-langkah pencegahan dengan memasang pengawas di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan menjalankan patroli pengawasan yang telah diterapkan sejak tahun 2019. Saat ini, kami akan meningkatkan upaya ini," ujarnya dikutip pada 10 Agustus 2023.
Menurut Rahmat, tindakan preventif terhadap potensi pelanggaran dalam pemilu tidak hanya dilakukan sesuai dengan jadwal rutin.
Baca Juga: Yakin Revisi UU ASN Dapat Memberi Jaminan Kepada 2,3 Juta Tenaga Honorer? Begini Penjelasan Guspardi
Tetapi juga melalui patroli bersama dengan aparat kepolisian tanpa jadwal yang ditentukan.
"Khusus untuk isu politik uang, kami berkolaborasi dengan pihak kepolisian dalam melakukan pengawasan," tambah Rahmat.
Sebelumnya pada hari Rabu 9 Agustus, Idham Holik, Ketua Divisi Teknis KPU RI, menganggap pernyataan Mahfud MD mengenai keberadaan politik uang di dalam KPU selama penyelenggaraan pemilu sebagai langkah peringatan dini.
Baca Juga: Soal Mahkamah Agung Sunat Hukuman Ferdy Sambo Cs, Mahfud MD: Mari Kita Terima...
"Dengan apa yang disampaikan oleh Bapak Menko Polhukam, ini adalah langkah awal untuk KPU sebagai pengingat dan untuk memastikan bahwa seluruh anggota KPU di tingkat daerah," katanya.
"Badan Ad Hoc (ppk, pps, dan kpps) tidak terlibat dalam perilaku moral hazard dalam proses pemungutan, penghitungan, dan rekapitulasi suara pada Pemilu Serentak 2024," tegas Idham.
Sementara itu, dalam menghadapi penyelidikan terkait pembelian suara yang diduga dilakukan oleh anggota KPU, Idham menjelaskan.
Baca Juga: Cek Fakta: Anies Baswedan Tidak Hafal Sila Kedua Pancasila?
Bahwa tuduhan tindak pidana pembelian suara atau politik uang sedang diselidiki oleh Bawaslu RI dan Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).
Maraknya politik uang sempat disinggung Mahfud MD, yang telah mengidentifikasi beberapa masalah yang perlu diwaspadai dalam pemilu.
Menurut Mahfud, masalah utama adalah politik uang, di mana dukungan suara dapat dibeli dalam jumlah besar maupun kecil.
Baca Juga: Bioskop Cinema XXI Termurah di Kota Semarang, Tiket Nonton Cuma Rp 20 Ribu
"Politik uang mencakup upaya memenangkan pemilu melalui pembelian dukungan," jelas Mahfud MD dalam acara Forum Diskusi Sentra Gakkumdu, yang disiarkan secara online melalui saluran YouTube Kemenko Polhukam RI pada hari Selasa 7 Agustus.
Ia juga menjelaskan bahwa pembelian suara dalam jumlah besar bisa melibatkan tokoh masyarakat atau pejabat, termasuk di tingkat desa, kecamatan, dan KPU.
Walaupun KPU berperan sebagai lembaga independen, anggotanya tersebar hingga ke daerah.
Baca Juga: Bak Aji Mumpung! Mic yang Dilempar Cardi B Lalu Terjual Hingga Milayaran Rupiah? Siapa Pembelinya?
"Meskipun KPU beroperasi secara independen, KPU tidak hanya berpusat di Jakarta. Mereka beroperasi di seluruh wilayah, bahkan sampai ke tingkat Tempat Pemungutan Suara (TPS)," tambahnya.
Disamping itu, pembelian suara dalam jumlah kecil juga dikenal sebagai "serangan fajar".
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ada peningkatan dalam tindakan korupsi seiring berjalannya pemilu dan pemilihan kepala daerah.
Baca Juga: 200 Macam Lomba 17 Agustus 2023 Lucu Bikin Ngakak Terbaru
Masalah kedua yang diidentifikasi oleh Mahfud adalah penyebaran hoaks atau berita palsu yang bisa memicu perpecahan.
Namun, menurut Mahfud, pemilu adalah wujud dari demokrasi, dan demokrasi akan terancam dan merugikan masyarakat jika tidak diatur oleh hukum.***