INFOSEMARANG.COM- Gunung Lawu, yang dipenuhi misteri, menyimpan kisah inspiratif dari seorang wanita berusia lanjut bernama Wakiyem, atau yang lebih akrab disapa Mbok Yem.
Di puncak gunung yang menjadi tempatnya bernaung, ia mengelola sebuah warung nasi pecel yang telah menjadi legenda di kalangan para pendaki.
Mbok Yem adalah warga Desa Gonggang, Kecamatan Poncol, Kabupaten Magetan, Provinsi Jawa Timur.
Baca Juga: Dr. Richard Lee Sebut Galon Ini Mengandung Cemaran BPA, Sentil BPOM Untuk Tindak Tegas
Bagi Mbok Yem, motivasi utamanya bukanlah semata-mata mencari keuntungan dari warungnya.
Baginya, yang lebih berarti adalah dapat membantu sesama, khususnya para pendaki yang memerlukan asupan makanan dan minuman saat berada di puncak tersebut.
Baginya, berjualan di Puncak Gunung Lawu bukan hanya tentang mencari nafkah, melainkan juga tentang menolong sesama yang datang ke sini.
Baca Juga: Mengenal Warung Mbok Yem Langganan Para Pendaki, 30 Tahun Tinggal di Gunung Lawu
Mbok Yem ingin pendaki merasa terlindungi dan terjamin kebutuhan dasar mereka.
Puncak Gunung Lawu tidak hanya dikenal sebagai tempat pendakian, tetapi juga dianggap sebagai tempat terakhir Prabu Brawijaya bersemayam.
Bagi Mbok Yem, ketinggian tempat ini memberikan kesempatan untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
Baca Juga: WAJIB TAHU! Ini 3 Kode Plastik yang Berbahaya Jika Digunakan Untuk Wadah Makanan dan Minuman
Berada di sana, di antara awan dan angin sepoi-sepoi, membuat dia merasa begitu dekat dengan Yang Maha Kuasa.
Meskipun memerlukan bantuan tandu untuk naik dan turun gunung karena kondisi fisiknya yang sudah tidak memungkinkan untuk berjalan kaki, semangat Mbok Yem tetap menyala.
Selain tandu, ada kalanya saat kelelahan menyerang, Mbok Yem meminta anaknya untuk menggendongnya.
Baca Juga: Kembali Terjadi! Kecelakaan di Tol Semarang Libatkan Minibus Pariwisata Berpenumpang
Ketekunan dan semangat Mbok Yem bukan hanya menginspirasi keluarga dan kerabat, tetapi juga para pendaki dan masyarakat sekitar.
Kisahnya mengajarkan kita bahwa dengan tekad dan keberanian, tidak ada rintangan yang tidak dapat diatasi.
"Buat semua orang yang membaca ini, ingatlah selalu untuk berbuat baik dan menolong sesama. Dimanapun kita berada, jangan lupa untuk selalu bersyukur dan berdoa kepada Yang Maha Kuasa." kata Mbok Yem seperti dikutip Infosemarang.com dari Instagram @montenesia pada Senin 2 Oktober 2023.
Baca Juga: Kepsek SMP 2 Cimanggu Bongkar Sikap Pelaku Bullying Saat Kegiatan di Sekolah: Termasuk Siswa...
Pesan dari wanita inspiratif ini tentunya menjadi pengingat bagi kita semua tentang nilai-nilai kehidupan yang seharusnya kita pegang teguh.
Wanita berusia 70 tahun ini bukanlah sembarang wanita. Dengan keberanian dan tekadnya, dia memilih membuka warung di ketinggian 3.150 mdpl, menjadikannya salah satu warung tertinggi di dunia.
Sejak 1980-an, warung sederhananya yang hanya terbuat dari kayu ini telah menjadi tempat perlindungan dan penyegaran bagi para pendaki.
Menjangkau warung Mbok Yem memerlukan usaha keras sekitar 6 hingga 7 jam, tetapi bagi para pendaki, keberadaan warung ini memberikan kehangatan, terutama dalam cuaca yang dingin dan bisa mencapai suhu minus 5 derajat Celsius.
Baca Juga: Harga Tiket MotoGP Mandalika Indonesia 15 Oktober 2023, dari Rp 250 Ribu hingga Rp 15 Juta
Menjalankan warung di ketinggian bukanlah tugas yang mudah. Cuaca ekstrem, angin kencang, dan tantangan logistik merupakan sebagian kecil dari masalah yang dihadapi.
Namun, Mbok Yem tidak pernah menyerah. Dengan dukungan dari beberapa kerabatnya, dia mampu melayani hingga 300 pendaki dalam sehari.
Bahkan, pada momen khusus seperti perayaan Hari Kemerdekaan atau bulan Suro, Gunung Lawu dipenuhi oleh para pendaki, menjadikan warungnya selalu ramai.
"Selama saya masih kuat, saya akan tetap di sini," ujar Mbok Yem dengan semangat yang membara.
Meskipun dia menjalankan warung di puncak gunung, tradisi mudik saat Lebaran tetap menjadi agenda Mbok Yem setiap tahun.
Dia turun gunung hanya sekali dalam setahun, tepatnya saat merayakan Lebaran.***