Membunuh dengan Bengis! Reza Indragiri Nilai Ronald Tannur Pantas Dijerat Pasal 338

Pakar psikologi forensik membahas eskalasi kekerasan dalam kasus penganiayaan yang melibatkan GRT, mendorong penerapan Pasal 338 KUHP. (Sumber : Twitter/@gtobing2903)

INFOSEMARANG.COM -- Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel, mendorong penyidik Polrestabes Surabaya untuk menerapkan Pasal 338 KUHP terhadap tersangka kasus penganiayaan berat, Gregorius Ronald Tannur (GRT), yang menyebabkan kematian Dini Sera Afrianti (DSA).

Dikutip dari buku Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pasal 338 KUHP berbunyi “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama 15 tahun.”

Menurut Reza, kronologis perilaku kekerasan GRT terhadap DSA menunjukkan eskalasi yang sangat bengis.

Baca Juga: Belajar Memiliki Mindset Kuat ala Katalin Kariko yang Mengantarnya Meraih Nobel Kedokteran 2023

"Polrestabes Surabaya patut mendalami kemungkinan penerapan Pasal 338 KUHP," kata Reza dikutip dari Antara, pada Minggu, 8 Oktober 2023.

Awalnya, GRT hanya menyasar organ tubuh bagian bawah (kaki), namun kemudian meningkat ke organ tubuh bagian atas (kepala).

Selanjutnya, dari tangan kosong, ia menggunakan alat yang tidak perlu dimanipulasi (botol), dan akhirnya menggunakan alat yang perlu dimanipulasi (mobil).

"Dari sebatas tangan kosong ke penggunaan alat yang tidak perlu dimanipulasi (botol), dan berlanjut ke penggunaan alat yang perlu dimanipulasi (mobil)," katanya.

Reza menilai bahwa GRT memiliki tingkat kesadaran yang memadai untuk meredam atau menghentikan perilaku kekerasannya, tetapi justru memilih untuk meningkatkan intensitas kekerasan terhadap korban.

Baca Juga: Hati-Hati! Orang Tua Narsis Bisa Menjadikan Anak Tertutup dan Membenci Dirinya Sendiri

Hal ini menunjukkan bahwa GRT sengaja tidak mengendalikan dirinya dan bahkan memperburuk perilaku kekerasannya.

Selanjutnya, Reza mencatat bahwa dengan tingkat kesadaran dan kontrol diri yang demikian, GRT mungkin sudah memiliki pemikiran atau imajinasi tentang kematian korban.

"Pada momen ketika pemikiran atau imajinasi kematian DSA itu muncul dalam benak GRT, maka dapat ditafsirkan lengkap alur perbuatan GRT di mana perilaku kekerasan bereskalasi dan disertai dengan imajinasi tentang kematian sasaran," ujarnya.

Oleh karena itu, penerapan Pasal 338 KUHP seharusnya menjadi pertimbangan serius bagi Polrestabes Surabaya.

Pasal 338 KUHP berkaitan dengan penganiayaan yang mengakibatkan kematian, dan jika diterapkan, GRT dapat menghadapi hukuman yang lebih berat.

Di sisi lain, Pasal 351 ayat (3) dan Pasal 359 KUHP hanya mengancam dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara, yang hanya mengkategorikan GRT sebagai pelaku penganiayaan atau kelalaian yang mengakibatkan kematian.

Baca Juga: Edi Darmawan Tayangkan Rekaman CCTV yang Tidak DiMunculkan Saat Sidang, Ungkap Alasan

Reza menekankan bahwa penyidik perlu menginvestigasi kontrol diri GRT, pola eskalasi kekerasan, interval antara episode kekerasan, dan komunikasi yang mungkin terjadi sebelumnya.

"Maaf, periksa apakah DSA dalam keadaan hamil atau kondisi-kondisi fisik lainnya yang bisa menjadi pretext bagi GRT untuk melenyapkan DSA," kata Reza.

Selain itu, penting juga untuk memeriksa kondisi fisik korban dan kadar alkohol dalam tubuh GRT. Semua faktor ini akan membantu menentukan apakah penerapan Pasal 338 KUHP adalah langkah yang tepat.

Sebelumnya, Polrestabes Surabaya telah menetapkan Gregorius Ronald Tannur (GRT) sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan berat yang mengakibatkan kematian Dini Sera Afrianti (DSA), seorang janda berusia 29 tahun yang menjalin hubungan dengan GRT selama lima bulan terakhir.***

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI