INFOSEMARANG.COM- Nasi kucing, hidangan khas berupa nasi dengan lauk bandeng dan sambal yang dibungkus daun pisang, adalah menu yang telah menjadi bagian integral dari budaya masyarakat Indonesia.
Namun, sedikit yang tahu bahwa asal usul angkringan, tempat di mana hidangan ini sering dijual, berakar dari Desa Ngerangan, Kecamatan Bayat.
Desa ini merupakan awal dari perjalanan kuliner angkringan yang telah menyebar ke seluruh penjuru Indonesia.
Baca Juga: 4 Alasan Pasangan Tidak Terbuka Tentang Masalanya, Bisa Jadi Karena Memikirkanmu
Mengikuti jejak sejarah kuliner di Desa Ngerangan, Anda akan menemui angkringan yang buka sepanjang hari, dari pagi hingga malam.
Monumen Angkringan Pikul yang ada di desa ini menjadi bukti fisik mengenai asal usul angkringan yang bermula di sana.
Lebih jauh lagi, masyarakat setempat dengan swadaya telah mendirikan sebuah Museum Angkringan yang menggambarkan warisan dan perkembangan angkringan.
Baca Juga: Efek Makan Keripik Pisang Narkotik Bikin 'Happy', Ada Campuran Amfetamin dan Metamfetamin
Museum Angkringan, yang pertama kali diinisiasi pada tahun 2021, berlokasi di Dusun Sawit.
Lokasi ini dimanfaatkan dengan baik, memanfaatkan rumah-rumah warga yang ditinggalkan karena merantau.
Museum ini memungkinkan pengunjung untuk menyelami sejarah awal angkringan, dari terikan tumbu hingga angkringan pikul, dan evolusi menjadi gerobak angkringan.
Baca Juga: Wisata Sejarah Rumah Astiri di Jawa Tengah, Pabrik Minyak Wangi Pertama di Indonesia
Di dalamnya, terdapat peralatan tradisional seperti anglo, ceret, dan perlengkapan masak lainnya.
Dinding-dinding museum dihiasi dengan tulisan yang menjelaskan asal mula angkringan dan menampilkan foto-foto tokoh sejarah angkringan, seperti Karso Djukut, Wono, dan Wiryo Je.
Daftar nama warga yang saat ini menjalankan angkringan juga dipajang, beserta lokasi berjualan mereka di Kota Solo, Semarang, Yogyakarta, dan Jakarta.
Museum ini juga menyajikan resep untuk nasi kucing dan wedang jahe.
Anda dapat melihat daftar bahan-bahan dan cara memasaknya ala warga Desa Ngerangan.
Pengelola Museum Angkringan, Sarono, menjelaskan bahwa meskipun masih sederhana, museum ini telah berhasil menarik perhatian pengunjung, seperti pejabat, mahasiswa, anak-anak, dan media.
Desa Ngerangan telah merancang museum ini untuk mewarisi tradisi angkringan dan memastikan keberlanjutan budaya kuliner ini.
Mengapa Museum Angkringan berlokasi di Dusun Sawit? Menurut Sarono, ini disebabkan oleh fakta bahwa tokoh angkringan pertama, Karso Djukut, berasal dari desa tersebut.
Masyarakat Desa Sawit mewarisi tradisi angkringan ini dari generasi ke generasi, yang menjadikan Sawit sebagai desa bersejarah angkringan.
Baca Juga: Sedang Berlangsung! Persikabo 1973 vs RANS Nusantara BRI Liga 1, Gratis Nonton di HP
"Wisatawan yang datang ke desa kami dapat menikmati beragam hidangan angkringan. Setiap RT di desa kami memiliki angkringan yang dikelola oleh PKK RT," jelasnya seperti dikutip Infosemarang.com dari antara pada 4 November 2023.
Angkringan di Desa Ngerangan menyajikan beragam minuman, termasuk wedang jahe, teh poci, dan teh tubruk.
Menu makanan termasuk nasi kucing, sate, gorengan, dan rambak. Semua menu ini terjangkau dengan harga mulai dari Rp 500 hingga Rp 3.500.
Muchsin menyatakan bahwa pengembangan angkringan di desanya tidak hanya mencakup pendirian monumen, museum, dan pelatihan bagi warga setempat.
Baca Juga: Apa yang Dilakukan Jika Digigit Anjing? Cara Terhindar Dari Rabies
Mereka juga sedang mempertimbangkan penggunaan aplikasi untuk memperluas jangkauan penjualan angkringan, dengan harapan dapat meningkatkan kesejahteraan warga desa.***