INFOSEMARANG.COM -- Calon wakil presiden pendamping Prabowo Subianto, Gibran Rakabuming Raka, merespon tudingan kecurangan pemilu yang dialamatkan padanya.
Dia mempersilakan masyarakat untuk melaporkan potensi kecurangan dalam pemilu kepada pihak yang berwenang.
Terbaru, Calon Presiden Ganjar Pranowo dan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri, memberikan pernyataan terkait keabsahan keputusan MK, manipulasi hukum, dan potensi kecurangan pemilu.
Pernyataan tersebut mengarah ke proses melanggengnya Gibran sebagai cawapres melalui putusan MK, dimana sang paman, Anwar Usman terlibat dalam pengambilan putusan tersebut.
Baca Juga: Pernyataan Megawati Soal Kecurangan Pemilu Banyak Disorot, Rupanya Gara-gara Kalimat Ini
"Ya, dilaporkan aja ke Bawaslu atau apa, misalnya ada kecurangan atau apa pun itulah, ya," kata Gibran, Senin, 13 November 2023.
Mengenai kabar bahwa aparat menginstruksikan pemasangan baliho Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di beberapa daerah, Gibran membantah. Menurutnya, baliho-baliho tersebut dipasang oleh relawannya.
"Sing masang bolone, Mas'e. Ya takono Mas Kuat. Mas Kuat ora tau turu, masangi baliho," ungkap Gibran seperti yang dilaporkan Antara.
Sebelumnya, Megawati Soekarnoputri, telah menyampaikan pandangannya terkait polemik di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia minimal calon presiden/wakil presiden.
Putri Proklamator ini menilai terjadi rekayasa hukum konstitusi di MK terkait putusan batas usia capres dan cawapres.
"Keputusan MKMK telah memberikan cahaya terang di tengah kegelapan demokrasi. Keputusan MKMK tersebut menjadi bukti bahwa kekuatan moral, politik kebenaran, dan politik akal sehat tetap berdiri kokoh, meski menghadapi rekayasa hukum konstitusi," ujarnya.
Dia mengajak semua warga negara untuk terus menjaga semangat reformasi, berkomitmen pada pemilu yang demokratis, jujur, adil, dan menjauhi segala bentuk kesewenang-wenangan.
"Rekayasa hukum tidak boleh terjadi lagi. Hukum harus menjadi alat yang menghadirkan kebenaran. Hukum harus menjadi alat mewujudkan keadilan. Hukum harus menjadi alat mengayomi seluruh bangsa dan negara Indonesia," katanya.
Senada, Ganjar Pranowo mempertanyakan bagaimana keputusan MK yang menurutnya sarat dengan pelanggaran etik dapat lolos tanpa pertanggungjawaban kepada rakyat.
"Mengapa keputusan dengan masalah etik, di mana etik menjadi landasan dari hukum masih dijadikan rujukan dalam kita bernegara. Mengapa hukum tampak begitu menyilaukan hingga menyakitkan mata, sehingga kita rakyat sulit sekali memahami cahayanya," katanya.***